Popok bayi sekali pakai memang telah menjadi produk umum di Indonesia, namun ternyata rasio penggunaannya masih lebih kecil jika dibandingkan dengan negara tetangga. Masih banyak ibu lebih memilih penggunaan popok kain meski harus repot.
Hal ini mungkin disebabkan oleh sedikitnya jumlah pengusaha lokal yang memproduksi produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Hanya ada tiga sampai empat pabrik lokal yang memproduksi popok bayi sekali pakai untuk seluruh Indonesia. Akhirnya untuk memenuhi kebutuhan akan produk ini para ibu di Indonesia harus membeli merek impor yang jelas lebih mahal.
Melihat peluang tersebut, Michael Gunawan bersama dengan dua sahabatnya yang sama-sama alumnus Universitas Surabaya (UBAYA) memutuskan untuk banting setir dari bidang profesional dan menjadi wirausahawan. Pada tahun 2006 mereka memilih untuk merintis merek popok bayi sekali pakai lokal Popoku di bawah bendera PT. Zensei Indonesia. Perusahaan yang dinahkodai Michael Gunawan sebagai Direktur Utama.
“Rasio penggunaan popok bayi sekali pakai di Indonesia masih kecil yaitu 0,3% per bayi per hari dan pemain lokal di bidang produksi ini masih minim baru 3 atau 4 pabrik dengan 7 sampai 8 pemain lokal. Sementara Malaysia, negara kecil begitu punya 12 pabrik. Ini kami lihat sebagai peluang besar,” ujar Michael Gunawan.
Bermodal sebuah pabrik di Gresik, Jawa Timur dan tenaga marketing yang hanya berjumlah 30-40 orang saja, PT. Zensei Indonesia memulai produksi Popoku di tahun tersebut. Kesuksesan tidak langsung diraih dengan mudah. Popoku harus menghadapi persaingan ketat dengan beberapa merek impor dan lokal lainnya yang sudah lebih dulu merajai pasar popok bayi sekali pakai. Selain itu, harus menaklukan hati konsumen yang lebih cinta dan percaya pada produk bermerek impor kala itu.
“Awalnya memang sulit. Bayangkan saja dari semua ibu-ibu yang kita survey semua lebih pede kalau pakai produk impor. Pada lain sisi, banyak juga yang masih belum ingin berpindah dari penggunaan popok kain ke popok sekali pakai. Masuk ke pasar juga tidak gampang sudah ada tiga merek mapan yang sulit digeser,” kisah pria yang berpengalaman 13 tahun sebagai General Manager di sebuah perusahaan produsen pembalut wanita ini.
Bersama timnya di PT. Zensei Indonesia, Michael kemudian memutuskan untuk melakukan survey untuk mengetahui kelemahan kompetitor. Kemudian, mempercepat penetrasi produk di wilayah Indonesia Timur seperti Surabaya dan wilayah Jawa Timur lainnya, Sulawesi, Kalimantan hingga Papua.
Michael dan timnya pun gencar bekerja sama dengan banyak Posyandu dan rumah sakit bersalin untuk mengadakan acara-acara edukatif mengenai bayi. Selain itu, mengedukasi para ibu mengenai manfaat penggunaan popok sekali pakai.
“Kita keliling sendiri memasukkan produk ke pusat-pusat ritel mulai dari Jawa. Kita pikir saat itu paling penting brand image kuat dulu. Kita masukkan saja Popoku ke berbagai daerah meski kuantitas produksi belum seberapa. Setengah tahun pertama, visible static kita menunjukkan booming, dan akhirnya kita yakin Popoku akan berhasil kedepannya,” lanjutnya.
Lima tahun setelah diluncurkan, kesuksesan mulai direguk oleh Popoku. Tepatnya tahun 2010 Popoku dinobatkan sebagai merek popok bayi paling diminati keempat, bersanding dengan merek-merek lokal dan impor lain yang sudah lebih mapan. Permintaan tidak hanya datang dari Indonesia Timur saja yang menjadi fokus daerah distribusi di awal usaha. Tetapi juga dari Jakarta dan sekitarnya.